Pendidikan Karakter, Tanggung Jawab Siapa?

Tagar #JusticeForAudrey seketika menjadi ramai karena kasus bullying cukup berat dilakukan oleh sekumpulan anak SMA kepada siswi SMP karena komentar di media sosial. Kasus bullying yang terjadi di Pontianak baru-baru ini menjadi catatan panjang kasus bullying dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Belum lama juga kita mendengar anak usia sekolah yang dengan mudahnya menghilangkan nyawa orang lain. Sebegitu menyedihkannya-kah karakter generasi muda kita?
Padahal sampai saat ini pemerintah bersama berbagai elemen masyarakat sedang ramai-ramainya mengusahakan penguatan pendidikan karakter. Lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, dan banyak komunitas sedang menggaungkan pentingnya pendidikan karakter sedini mungkin. Lantas, apa yang harus dibenahi dalam antisipasi issu karakter ini?
Salah satu usaha yang dapat dilakukan bersama adalah kita sadar bahwa semua orang memiliki peran dalam pendidikan karakter ini, baik secara personal maupun kelembagaan.
Di tingkat sekolah, kepala sekolah, dan guru memiliki peran krusial dalam mengawal pendidikan karakter di sekolah. Tidak cukup memberikan contoh-contoh saja, namun juga siap menjadi contoh bagi warga sekolah lainnya.
Banyak sekolah yang mengeluh siswanya banyak yang ketahuan merokok, namun merasa biasa saja dengan guru yang merokok terang-terangan. Ini menjadi contoh ketidakseriusan sekolah dalam menanamkan keteladanan kepada siswanya tentang perilaku merokok. Selain keteladanan, program-program pembiasaan untuk pendidikan karakter juga dapat dijalankan oleh sekolah dalam menanggulangi kasus-kasus karakter yang kurang baik.
Selain sekolah, masyarakat berperan serta dalam menciptakan lingkungan yang santun dan berkarakter. Tanpa memandang strata apapun, semua orang perlu menunjukkan sikap santun, tolong menolong, dan saling menghargai dalam lingkungannya.
Dan peran paling penting ada pada keluarga. Pendidikan karakter dalam keluarga menjadi kunci utama dalam penguatan pendidikan karakter. Saat ini banyak sekali orang tua yang berpedoman bahwa; “Saya kan sudah menyekolahkan anak saya, jadi saya sudah mendidiknya dong”.
Pandangan seperti ini tidaklah tepat, karena tugas utama mendidik seorang anak ada pada orang tua. Seiring berjalannya waktu, memang ada hal yang sekiranya tidak bisa dilakukan orang tua dalam mendidik anak di rumah. Kemudian, hadirlah sekolah untuk membantu orang tua menutupi kekurangan orang tua dalam mendidik.
Maka perlu terus direnungkan bahwa anak adalah anugerah terbesar yang dititipkan Allah kepada seseorang. Bersama dengan itu, seseorang memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga titipan tersebut untuk menjadi hamba Allah yang terbaik, taat beribadah, saling menolong dan berkasih sayang sesama manusia.