Bisnis Sekolah sebagai Media Pembelajaran Wirausaha Siswa

Bisnis Sekolah sebagai Media Pembelajaran Wirausaha Siswa

Oleh; Zainal Umuri – Konsultan Pendidikan Nasional

Pernahkah terpikir, berapa jumlah uang yang beredar di sekolah tiap hari? Contoh kasus yang terjadi di SD N 07 Langkahan, NAD, dengan jumlah siswa 400 orang, setiap siswa rata-rata membawa uang Rp.5.000,00 (wawancara dengan guru SD N 7 Langkahan) jadi uang yang beredar mencapai Rp.2.000.000,00, tiap hari dan jika dikalkulasikan selama 1 bulan dengan 26 hari sekolah mencapai Rp.52.000.000,00 tiap bulan, Wow,.. fantastis. Jika potensi belanja siswa mencapai 70% dari jumlah uang yang beredar, maka ada omzet usaha sekolah sebesar Rp.36.400.000,00. Dengan asumsi keuntungan 20 %, maka Rp. 7.280.000,00 penghasilan yang didapat oleh usaha sekolah. Deskripsi di atas belum termasuk kebutuhan guru, jajan guru, operasional sekolah dan tamu jika ada event. Jelas, sebuah gambaran usaha yang sangat menjanjikan untuk dilaksanakan di sekolah.

Manfaat finansial jelas tergambar, namun yang lebih penting dari semua itu, lahirnya bisnis sekolah dapat menjadi pusat belajar wirausaha para siswa, menyediakan jajanan sehat bergizi dan menyerap tenaga kerja. Tentunya usaha ini akan dapat dikembangkan menjadi lebih baik lagi.

Alternatif usaha bisnis yang dapat dilakukan di sekolah, salah satunya koperasi sekolah, dengan konsep yang cukup jelas dalam UU Koperasi nomor 25 tahun 1992, diharapkan mampu menjawab tantangan bisnis di sekolah, walaupun pada kenyataannya kegiatan koperasi sekolah ini hanya sebatas melayani kebutuhan siswa, jikapun ada kebutuhan guru, jumlahnya sangat kecil. Salah satu koperasi sekolah yang cukup berkembang adalah koperasi Insan Sejahtera di lingkungan SMP-SMA SMART Ekselesia Parung-Bogor. Koperasi serba usaha ini disamping memenuhi kebutuhan para siswa, guru, karyawan dan lebih dari itu koperasi ini telah bekerja sama dengan Bank Syariah untuk memberikan pinjaman serba guna bagi para anggotanya.

Alternatif lainnya adalah mendirikan Unit Bisnis sekolah, berbeda dengan koperasi yang pengumpulan modalnya berasal dari anggota terlebih dahulu, usaha model ini seluruh dananya menjadi tangggungjawab investor, bukan hanya itu, kerugian dan manajemen usaha dapat diserahkan kepada investor, sekolah tinggal mendapatkan bagi hasil dari kegiatan usaha. Unit Usaha seperti ini dilakukan oleh SMK di bilangan serpong, dengan menggandeng personal sebagai investor sekaligus manajemen usaha. Saat ini sedang menjajaki penyediaan kebutuhan pokok para guru. Mengenai bagi hasil dapat dikompromikan, yang penting sama-sama untung.

Di SMA 1 Tinangkung Selatan Sulawesi Selatan lain lagi, Sekolah menjadi suplayer coklat (kakau), dengan sebagian hasil dari kebun sekolah sumbangan dari warga (TANGSELPOS;13 Februari 2009), mereka juga menjalankan kursus komputer untuk siswa dan umum. Hasilnya mereka mampu menggaji guru bakti mereka dari kegiatan tersebut.

Warung Kejujuran yang dicanangkan oleh pemerintah merupakan stimulus yang sangat bagus untuk berkembangnya bisnis sekolah, bukan hanya berdampak pada melatih kejujuran siswa, namun lebih dari itu, siswa mendapatkan pengalaman empiris untuk mengerti konsep wirausaha. Hal ini penting buat bekalnya terjun kemasyarakat nanti. Bukan tidak mungkin, lemahnya minat wirasusaha dikarenakan pola pendidikan kita yang belum mengakamodir minat tersebut.

Apapun jenis usaha yang akan dilakukan, perlu kajian secara serius dan mendalam, semua warga sekolah harus dikomunikasikan, sehingga lahirnya bisnis sekolah mendapat dukungan warga sekolah. Jadikanlah usaha bisnis sekolah sebagai pusat sumber belajar bagi para siswa dan guru. Semoga.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *